Indonesia dan Inggris Sepakati Kerja Sama untuk Capai Target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030

Pemerintah Indonesia telah menyepakati kerjasama dengan Inggris di bidang lingkungan dan iklim khususnya Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Kantor Luar Negeri Persemakmuran dan Pembangunan (The Foreign, Commonwealth and Development Office) yang mewakili pemerintah Inggris, pada Sabtu (22/10) lalu menandatangani nota kerja sama di bidang lingkungan dan iklim yakni Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 (penyerapan bersih emisi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan).

Kerjasama kedua belah pihak itu tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menteri Negara untuk Asia, Energi, Iklim, dan Lingkungan Hidup UK, Lord Goldsmith.

“Melalui nota kesepahaman ini kedua belah pihak bertujuan untuk membangun persahabatan yang lebih kuat demi mewujudkan aksi iklim yang nyata dan efektif di lapangan,” kata Siti Nurbaya di Jakarta.

Siti menjelaskan, ada tiga tujuan dari nota kesepahaman ini secara khusus. Pertama, mempromosikan kerja sama yang selaras dengan peran utama Indonesia dalam Perjanjian Kemitraan Sukarela-Penegakan Hukum, Tata Kelola Perdagangan bidang Kehutanan (FLEGT-VPA) dan ambisi Tanah Air untuk mencapai FOLU Net Sink pada tahun 2030.

Kedua, mempromosikan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Ketiga, meningkatkan kolaborasi dan berbagi praktik terbaik untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan terkait.

“Setelah menandatangani nota kesepahaman ini saya berharap kita dapat bekerja sama dengan pemerintah Inggris untuk mendukung implementasi Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 Indonesia menuju pencapaian National Determined Contribution (NDC) khususnya melalui pengelolaan hutan lestari,” ucap Siti.

Inggris Puji Kepemimpinan Indonesia dalam Isu Iklim dan Lingkungan Hidup

Menteri Negara untuk Asia, Energi, Iklim, dan Lingkungan Hidup Inggris, Lord Goldsmith mengatakan, pemerintah Inggris memuji kepemimpinan internasional Indonesia dalam isu-isu iklim dan lingkungan. Apresiasi juga disampaikan Lord Goldsmith terhadap target dan Rencana Operasi FOLU Net Sink 2030 Indonesia.

“Inggris bangga telah dipercaya dalam peran sebagai Presiden Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-26 (COP26) oleh masyarakat internasional. Kami akan terus bekerja sama dengan mitra di seluruh dunia untuk memobilisasi keuangan untuk iklim dan alam. Melalui nota kesepahaman serta pertemuan KLHK saya berharap untuk memajukan kerja sama dengan Indonesia di bidang perubahan iklim, keanekaragaman hayati, lingkungan, dan pembangunan rendah karbon,” ujarnya.

Pada kunjungan resmi pertamanya ke Indonesia sebagai Menteri Negara untuk Asia, Energi, Iklim dan Lingkungan, Lord Goldsmith juga turut menyampaikan apresiasi atas Kepresidenan G20 Indonesia tahun ini.

“Indonesia memainkan peran utama dalam memastikan bahwa semua komitmen yang ditetapkan dalam agenda G20 terpenuhi termasuk transisi energi. Kita berusaha untuk mengatasi peningkatan dampak perubahan iklim dan menjaga agar target suhu Perjanjian Paris tetap terjangkau,” katanya.

WALHI Apresiasi Nota Kesepahaman Indonesia-Inggris

Kepala kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Hadi Jatmiko mengatakan, nota kesepahaman itu patut diapresiasi karena setidaknya Indonesia akan mendapat dukungan pendanaan dari Inggris untuk mendukung kebijakan penurunan dan penyerapan emisi.

“Bahkan sampai minus dari kawasan hutan yang di targetkan oleh Pemerintah Indonesia pada 2030 (FOLU Net Sink 2030) khususnya terkait program penegakan hukum dan tata kelola di sektor kehutanan yang menurut kami ke depan harus dimaksimalkan oleh KLHK,” katanya kepada VOA.

Menurut Walhi nota kesepahaman yang ditandatangani oleh KLHK dengan perwakilan pemerintah Inggris juga turut mengawasi penegakan hukum terhadap penebangan ilegal, tambang ilegal, dan perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan hutan dan gambut yang masih banyak ditemukan di beberapa daerah.

“Selain itu agar penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan dapat dijadikan efek jera. Maka eksekusi terhadap putusan-putusan pengadilan yang telah dimenangkan oleh pemerintah harus segera didorong untuk dieksekusi,” ucap Hadi.

Melalui kerja sama dengan Inggris, pemerintah Indonesia juga dapat melakukan kebijakan moratorium izin baru di seluruh fungsi kawasan hutan dan melakukan ulasan secara berkala terhadap izin-izin yang telah ada.

“Serta mempercepat pencapain tanah objek reforma agraria dan perhutanan sosial yang menjadi program prioritas pemerintah untuk memberikan hak-hak kelola kepada masyarakat yang selama ini mampu meningkatkan ekonomi serta melindungi serta melestarikan hutan maupun lahan,” kata Hadi.

Selanjutnya, Walhi mendorong pemerintah Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa dukungan atau kerja sama yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat dimaksimalkan untuk mencapai target NDC yaitu 31 persen untuk usaha mandiri dan 41 persen melalui bantuan internasional.

“Salah satunya yang menjadi sorotan Walhi terkait di sektor energi. Pemerintah kita harus menghentikan solusi-solusi palsu penurunan emisi di sektor energi seperti bahan bakar hayati dan cofiring (proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial,” pungkas Hadi.

Indonesia-Inggris Perkuat Tata Kelola Hutan

JAKARTA,investor.id – Kerjasama Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) antara Indonesia dan Inggris telah ditandatangani pada 29 Maret 2019 dan terus diperkuat melalui Forest Governance, Markets and Climate (FGMC) Stakeholder Forum pada 27-28 April 2022 di London yang diadakan pemerintah Inggris.

Menteri Pemerintah Inggris yang menangani International Enviroment and Climate, and UK Animal Welfare and Forests Lord Zac Goldsmith menyatakan, apresiasinya atas pencapaian perbaikan tata kelola hutan di Indonesia.

“ Pemerintah Inggris akan terus mendorong implementasi FLEGT VPA Indonesia-Inggris karena hal ini merupakan wujud komitmen Inggris untuk memperbaiki tata kelola hutan dan melawan perdagangan kayu illegal dan tidak lestari,” ujar dia dalam keterangan persnya yang diterima Investor Daily, di Jakarta, Rabu (11/5).

Melalui forum FGMC tersebut, ia menekankan pentingnya perluasan perbaikan tata kelola hutan memperoleh dukungan bersama antara negara produsen dan negara konsumen untuk menciptakan perdagangan kayu dunia yang lestari.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) telah meningkatkan ekspor produk hasil hutan 80% dalam 13 tahun terakhir, bahkan di masa pandemi tahun 2021 mencetak nilai ekspor lebih dari US$ 13 miliar.

Selain itu, perbaikan tata kelola hutan telah menurunkan penebangan liar 60% dalam kurun waktu 15 tahun terakhir dan secara paralel mengurangi laju deforestasi 75% dalam 3 tahun terakhir ini.

Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) memberikan pesan penting bagaimana sebuah standar nasional dibangun secara mandatori untuk menjamin keterlusuran dan kelestarian produk hasil hutan.

“ SVLK adalah wujud nyata bagaimana kerjasama global mendorong perbaikan tata kelola hutan Indonesia dan sangat penting memperkuat kesepahaman dan kolaborasi pada tingkat global,” ujar dia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mendukung penuh upaya untuk memperluas pengakuan dan keberterimaan SVLK pada tingkat global sejalan dengan kerjasama yang telah berjalan melalui FLEGT VPA dengan Uni Eropa dan Inggris.

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Diperluas, Ekspor Kayu Indonesia Makin Moncer

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Purwadi Soeprihanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)  mendukung perluasan pengakuan dan keberterimaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada tingkat global.

Asal tahu saja, penerapan SVLK telah meningkatkan ekspor produk hasil hutan hingga 80% dalam 13 tahun terakhir. Bahkan di masa pandemi tahun 2021, Indonesia mencetak nilai ekspor lebih dari US$ 13 miliar.

Selain itu, perbaikan tata kelola hutan telah menurunkan penebangan liar 60% dalam kurun 15 tahun terakhir yang secara paralel mengurangi laju deforestasi 75% dalam 3 tahun terakhir.

Purwadi mengatakan, perluasan SVLK di tingkat global sejatinya sejalan dengan kerja sama yang telah berjalan melalui Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) dengan Uni Eropa dan Inggris.

“Kerja sama Business to Business perlu diperkuat  untuk mempromosikan FLEGT VPA antara Indonesia dengan Uni Eropa dan Inggris, serta membangun pengakuan standar nasional yang luas di tingkat global,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (9/5).

Di lain pihak, Lord Zac Goldsmith,  Menteri  Pemerintah Inggris yang menangani International Environment and Climate, and UK Animal Welfare and Forests, menyatakan apresiasinya atas capaian perbaikan tata kelola hutan Indonesia.

“Pemerintah Inggris akan terus mendorong implementasi FLEGT VPA Indonesia – Inggris, karena hal ini merupakan wujud dan komitmen Inggris untuk terus memperbaiki tata kelola hutan dan memerangi perdagangan kayu yang illegal dan tidak lestari,” ujarnya.

Goldsmith menekankan pentingnya perluasan perbaikan tata kelola hutan memperoleh dukungan bersama antara negara produsen dan negara konsumen, untuk menciptakan perdagangan kayu dunia yang lestari.

Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari menambahkan, penerapan SVLK memberikan pesan penting, bagaimana sebuah standar nasional dibangun secara mandatori untuk menjamin keterlurusan dan kelestarian produk hasil hutan,  melalui konsensus multipihak dan mendapat pengakuan dari pasar.

“SVLK adalah wujud nyata bagaimana kerja sama global mendorong perbaikan tata kelola hutan Indonesia, dan oleh karenanya, sangat penting untuk memperkuat kesepahaman dan kolaborasi pada tingkat global,” ujarnya.

Agus mengatakan, dilaksanakannya upaya ini juga dalam rangka membangun pengakuan dan keberterimaan pasar yang lebih luas atas SVLK dan sistem standar nasional lainnya.

Empuknya Prospek Bisnis Kayu Ringan

JAKARTA, INDONESIADAILY.CO.ID – Di Jepang dan Eropa, kayu ringan telah menjadi primadona untuk diolah menggunakan teknologi dan inovasi menjadi berbagai produk.

Sebuah nota kesepahaman (MoU) pengembangan kayu ringan berkelanjutan ditandatangani Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) dan Fairventures Worldwide. MoU itu merupakan bentuk komitmen Kementerian Perdagangan dalam mendukung inovasi dan kreativitas pengembangan kayu ringan, khususnya jenis sengon dan jabon. MoU ini sekaligus merupakan langkah yang diambil untuk menangkap prospek bisnis kayu ringan menjadi primadona dunia di masa depan.

Penandatanganan MoU dilakukan Direktur Jenderal PEN Didi Sumedi dan CEO Fairventures Worldwide Megan King, pada Jumat (22/4/2022). Selain MoU, Kemendag dan Fairventures Worldwide juga menandatangani Technical Arrangement (TA) untuk menindaklanjuti MoU tersebut secara detil.

Perlu diketahui, Fairventures Worldwide (FVW) adalah lembaga swadaya masyarakat yang terdaftar. Lembaga itu memiliki perwakilan di Indonesia dan Uganda. Di Indonesia FVW mempunyai kantor perwakilan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Mereka bergerak di bidang lingkungan hidup dan merupakan pengelola Program Penanaman 100 Juta Pohon di Kalimantan Tengah sejak 2014.

Di sana, perwakilan FVW mengelola kegiatan reboisasi untuk lebih dari 1.000 petani kecil di Kalimantan. Dengan menggunakan teknologi digital, mereka membantu petani mengukur nilai hutan mereka dan merancang pengelolaan hutan yang lebih baik. FVW bekerja di seluruh rantai pasokan kayu untuk menghubungkan petani dan pembeli yang bertujuan memberikan pendapatan yang berkelanjutan bagi petani hutan.

Selama ini, Fairventures Worldwide fokus aktivitas restorasi hutan melalui empat pendekatan. Yakni, peningkatan kapasitas petani kecil, membentuk komunitas petani yang berperan dalam konservasi hutan, mendistribusikan bibit pohon kayu tropis gratis kepada petani, serta membangun rantai pasok yang bertanggung jawab.

Pada 2021, ekspor produk kayu Indonesia tercatat sebesar USD13,56 miliar. Nilai itu naik 18,52 persen dibanding 2020. Destinasi ekspor utama produk kayu Indonesia adalah Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Korea Selatan, India, Malaysia, Australia, dan Vietnam.

Ekspor produk kayu dan produk sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) pada 2021 tercatat sebesar USD13,56 miliar dan Indonesia berada pada posisi ke-12 sebagai penyalur produk kayu dunia. Dari total ekspor tersebut, kontribusi plywood (HS 4412) sebesar USD2,5 miliar dan produk kayu parquet dan flooring (HS 4409) sebesar USD714 miliar.

Pada 2021, total perdagangan kayu tropis dunia mencapai USD196,4 miliar. Sedangkan produksi kayu hutan tropis hanya mencapai 2,6 miliar meter kubik (m3). Sehingga pasar potensial yang belum tergali inilah yang dapat dimanfaatkan oleh eksportir dan produsen kayu Indonesia.

Direktur Jenderal PEN Didi Sumedi dalam keterangan resminya mengatakan, kayu ringan telah menjadi primadona untuk diolah menggunakan teknologi dan inovasi menjadi berbagai produk yang sangat prima dan bernilai tinggi di dunia, terutama Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa. Namun, masih belum banyak konsumen yang mengetahui kegunaan dari kayu ringan.

Sedangkan Indonesia, merupakan salah satu lumbung kayu terbesar di dunia yang berpotensi menguasai pasar dengan memasok kayu ringan secara berkesinambungan. Hal ini juga disesuaikan dengan selera konsumen yang menginginkan material ringan, fleksibel dalam pengaplikasiannya, ramah lingkungan, dan lestari.

Kayu ringan memiliki keunggulan, yaitu rata-rata dapat dipanen dalam kurun waktu 4-7 tahun. Kayu jenis ini   mempunyai nilai ekonomis tinggi karena waktu tanam yang cepat, sehingga reforestasi lebih mudah dan menarik minat bagi pasar dunia.

Didi menjelaskan, melalui penandatanganan MoU dan TA ini, akan dilakukan berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia dan luar negeri. Kegiatan tersebut, antara lain, mengedukasi konsumen mengenai manfaat kayu ringan, tidak hanya sebagai produk unggulan melainkan juga dapat mendukung kesejahteraan petani, ramah lingkungan, dan sumber andalan ekspor.

Selain itu, Didi juga mengatakan, akan dibentuk pusat inovasi kayu ringan (lightwood innovation center) dan mengadakan pelatihan memanfaatkan kayu ringan melalui berbagai inovasi. Kemendag dan Fairventures Worldwide juga menyepakati akan mempromosikan SVLK di Eropa.

Ada 2000 petani kayu sengon yang akan dibina, dengan cakupan wilayah 2000 ha kebun sengon dan menyebarkan dua juta bibit sengon. Dalam mewujudkan MOU itu juga, Kemendag dan Fairventures Worldwide menggandeng tujuh kementerian dan pemerintah daerah.

Sebagai wujud nyata dari kerja sama itu, Fairventures Worldwide akan meluncurkan proyek percontohan berupa rumah berbahan baku kayu ringan seluas 70m2 yang akan ditempatkan di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Modular ini akan dibangun secara efisien menggunakan sistem konstruksi kayu modular (modular timber construction) yang membutuhkan waktu pembangunan hanya maksimal tiga hari.

Sistem inilah yang ingin diperkenalkan oleh Fairventures Worldwide kepada petani, produsen, serta pemangku kepentingan terkait. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran bahwa kayu ringan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi dengan diversifikasi produk eksporyang beragam.

Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Ni Made Ayu Marthini dalam siaran resmi Kemenperindag mengatakan, Indonesia memiliki reputasi yang baik dalam hal ekspor kayu yang sudah dilakukan sejak dulu, khususnya dengan adanya SVLK yang memastikan bahwa produk kayu Indonesia memenuhi aspek keberlanjutan, legal, dan keterlacakan.

Kayu sengon dan jabon menjadi contoh kayu ringan yang telah memenuhi aspek tersebut serta mampu berperan sebagai penangkapan karbon (carbon capture). Hal itu sejalan dengan National Determined Contribution Indonesia untuk pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen hingga 41 persen pada 2030.

Melalui kerja sama ini, Fairventures Worldwide diharapkan menjadi salah satu corong untuk menyuarakan pengutamaan penggunaan kayu berkelanjutan serta menjadi agen promosi produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK, khususnya di pasar Eropa. “Isu keberterimaan SVLK, khususnya di wilayah Eropa, sangat penting dalam mendorong ekspor produk kayu.

Tujuannya untuk menghindari adanya diskriminasi dengan produk kayu dari negara lain, khususnya jika dibandingkan dengan sertifikasi komersial lainnya, seperti Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC),” tutur Made Ayu.

Menurut Made Ayu, mengingat prospek kayu ringan yang sangat baik selama ini, Kemendag bekerja sama dengan Swiss Import Promotion Office (SIPPO) dan Import Promotion Desk (IPD) Netherlands untuk pengembangan produk kayu ringan dan intelijen pasar di Belanda dan Swiss. (Eri Sutrisno/Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari).

Kepada Peserta TIIWG G20 di Solo, Menperin: Produk Furnitur Nasional Sudah Sustainable

Kementerian Perindustrian menampilkan berbagai produk industri furnitur yang berkelanjutan kepada para delegasi dalam rangkaian pertemuan pertama Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) G20 di Solo, Jawa Tengah. Produk furnitur yang dipamerkan ini menunjukkan bahwa industri di tanah air menggunakan bahan baku yang memenuhi aspek legalitas dan ramah lingkungan.

“Kami ingin menyampaikan pesan bagi dunia bahwa industri furnitur di Indonesia sudah sustainable. Tidak ada lagi industri furnitur yang bahan bakunya ilegal, sudah tinggi traceability-nya, dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Solo, Kamis (31/3).

Menperin mengemukakan, pertemuan TIIWG G20 di Solo membahas beberapa isu prioritas, salah satunya adalah industri yang inklusif dan berkelanjutan. “Industri furnitur Indonesia merupakan salah satu industri yang inklusif karena melibatkan masyarakat lokal, perajin, industri besar hingga pemerintah. Rangkaian proses produksi industri furnitur di Tanah Air juga memperhatikan aspek lingkungan,” ungkapnya.

 Aspek berkelanjutan tersebut dipenuhi oleh industri furnitur yang berkomitmen menggunakan kayu bersertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang sudah memenuhi aspek legal dan kelestarian lingkungan.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong sertifikasi SVLK bagi seluruh industri furnitur. “Sumber kayu yang berkelanjutan telah menjadi perhatian utama produsen mebel kayu Indonesia. Meningkatnya kesadaran pembeli internasional akan isu lingkungan mendorong produsen Indonesia untuk hanya menggunakan kayu legal yang dipanen dari sumber yang berkelanjutan,” terangnya.

 Putu menjelaskan, SVLK merupakan sistem sertifikasi legalitas dan keberlanjutan wajib yang dibangun di atas konsensus multistakeholder nasional. “Skema ini relatif sama dengan sertifikasi legalitas kayu internasional lainnya seperti FSC dan PEFC yang telah banyak digunakan oleh produsen,” ujarnya.

 Untuk turut serta menyukseskan acara TIIWG G20 di Solo, Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Agro bekerja sama dengan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jawa Tengah memamerkan produk-produk industri furnitur unggulan yang sudah memenuhi sertifikasi SVLK.

 Selain memenuhi aspek SVLK, produk-produk dari anggota HIMKI Solo Raya, HIMKI Semarang Raya, HIMKI Jepara Raya dan HIMKI DIY menampilkan inovasi desain dan teknologi yang memiliki kekhasan tersendiri,” sebut Putu.

 “Apalagi, 45% industri furnitur Indonesia berlokasi di Jawa Tengah, yang diwakili oleh Solo Raya, Jepara Raya, Semarang dan Yogyakarta yang mempunyai ciri khas sendiri. Produk mereka telah mempu berdaya saing hingga menembus pasar ekspor,” imbuhnya.

 Kemenperin mencatat, Indonesia merupakan 20 besar negara eksportir furnitur dunia. Tiga besar negara tujuan ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang dan Belanda. Nilai ekspor furnitur Indonesia ke negara Amerika Serikat pada tahun 2021 sebesar USD1,36 miliar yang prosentasenya mencapai 54% dari total ekspor furnitur Indonesia. Sementara itu, kinerja ekspor industri furnitur nasional mencapai USD2,5 miliar pada tahun 2021.

 Antusias dan kagum

Delegasi TIIWG G20 menunjukkan antusiasmenya saat berkunjung ke pameran furnitur yang mengusung tema “Sustainable Furniture: the Industry is becoming Greener” tersebut. Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro/Plt Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin, Mohammad Ari Kurnia Taufik menggambarkan antusiasme delegasi TIIWG G20 tersebut.

 “Anggota delegasi G20 antusias menyaksikan videorama yang menerangkan perkembangan industri furnitur Indonesia yang telah menggunakan bahan baku yang berasal dari sumber lestari dan berkelanjutan dan perannya dalam mendorong penggunaan bahan baku kayu yang legal,” paparnya.

Selan itu, mereka menunjukkan kekagumannya terhadap produk furnitur Indonesia yang dipamerkan. “Kami juga menampilkan demo menganyam rotan dan delegasi G20 sangat tertarik melihatnya bahkan sebagian delegasi mencobanya sendiri,” tandasnya.

Menurut Ari, pameran ini merupakan kegiatan pertama yang diikuti anggota HIMKI setelah pandemi Covid-19. “Harapan kami, eksibisi ini dapat membuka awareness anggota G20 akan kemajuan dan kualitas industri furnitur Indonesia yang menggunakan bahan baku yang dapat ditelusuri sumbernya,” pungkas Ari.

 Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

Pemantau Independen Kehutanan, Upaya Melibatkan Masyarakat untuk Menyelamatkan Hutan

Pemantauan kehutanan menjadi salah satu upaya penyelamatan hutan dari ancaman degradasi dan deforestasi hutan, akibat alih fungsi lahan maupun pembalakan kayu secara tidak sah. Pelibatan masyarakat adat menjadi sangat penting untuk memastikan hutan tetap lestari.

Pemantauan independen kehutanan menjadi bagian penting dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang merupakan upaya pemerintah memastikan tata kelola dan pemanfaatan hutan sesuai peruntukannya. Namun, pada praktiknya, pembalakan dan pemanfaatan kayu secara tidak sah, serta tidak sesuai dengan peraturan perundangan masih sering didapati terjadi di Indonesia.

Temuan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, selama periode 2020 hingga 2021, telah terjadi sejumlah pelanggaran terkait penebangan dan pemanfaatan kayu hutan oleh pemegang Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK). Pelanggaran itu di antaranya penebangan kayu di luar Rencana Kerja Tahunan serta diluar izin konsesinya, pemalsuan dokumen kayu, serta praktik jual beli dokumen V-Legal oleh eksportir non-produsen.

Juru Bicara PPLH Mangkubumi, Agus Budi Purwanto, mengatakan praktik pembalakan kayu secara tidak sah masih marak terjadi di sejumlah kawasan hutan di Kalimantan, Sulawesi dan Papua, bahkan selama masa pendemi COVID-19. Agus menyebut, modus penyelundupan kayu ilegal itu dilakukan dengan cara mencampur kayu olahan, yaitu dari sumber yang sah dengan sumber yang tidak sah.

“Di daerah misalnya di Maluku dan Kalimantan, itu mutasi kayu yang biasanya dimasukkan itu dari log, yang bulat itu menjadi balok dan komponen. Nah, itu biasanya peluang pencampuran. Jadi, peluang untuk pencampuran itu pasti bareng dengan proses perubahan bentuk kayu. Jadi, mencampur kayu ilegal dan legal itu terjadi bareng dengan proses kayu itu berubah bentuk, karena nanti susah melacaknya lagi,” ujar Agus Budi Purwanto.

Jumlah Pemantau Independen Tak Sebanding dengan Luas Hutan

Jumlah pemantau independen kehutanan yang hanya 500, serta personil penegak hukum di bidang kehutanan yang berjumlah sekitar seribu orang, dirasa kurang memadai untuk mengawasi kawasan hutan yang sangat luas serta industri yang berjumlah ribuan.

Agus mengatakan, sulitnya mengakses data oleh pemantau independen kehutanan di perusahaan pengolahan kayu serta instansi pemerintah, menjadi kendala pemantauan selama ini.

Selain itu, persyaratan pelaporan dari pemantau independen atas terjadinya pelanggaran oleh perusahaan, menurut Agus harus menjadi evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta aparat penegak hukum, sebagai komitmen terhadap perlindungan dan pelestarian hutan.

“Kalau dengan keterbatasan-keterbatasan itu, kami harus melaporkan ke penegak hukum dengan requerment yang detail, ada buktinya dan seterusnya, lalu daya kami apa? Tidak punya daya itu. Justru dengan kunci informasi awal, kami harapkan Gakkum, kemudian lembaga sertifikasi itu (lakukan) tindak lanjutnya, masuk ke situ,” kata Agus.

Sulitnya mengakses data maupun lokasi yang diduga sebagai tempat terjadinya pembalakan kayu hutan secara tidak sah, juga dialami Wancino, pemantau independen asal Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Praktik kejahatan di bidang kehutanan, kata Wancino, terjadi secara terbuka dan tidak ada tindakan nyata untuk menghentikannya. Sedangkan pengawasan yang dilakukan pemantau independen bersama masyarakat adat, justru menghadapi intimidasi serta teror dari oknum petugas maupun pihak perusahaan.

“Garda utamanya adalah masyarakat sebenarnya, untuk menjaga hutan ini. Cuma, selama ini mereka diintimidasi, diteror, ya oleh pihak perusahaan dan aparat. Tapi adanya kebijakan SVLK ini menjadi titik terang bagi masyarakat adat bahwa mereka bisa berkontribusi untuk tata kelola kehutanan, dan menjaga hutan,” tutur Wancino.

Meski menemui kendala dalam pelaporan dan penindakan di lapangan, Wancino yakin Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bersama pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat, merupakan skema tata kelola yang baik dalam memastikan hutan tetap terjaga dan lestari.

“Harapan kita kedepan, pemerintah mari bersama-sama, dari bawah itu mari kita sama-sama jaga hutan, jadi tidak bermain-main di aturan untuk merusak hutan tersebut, baik dari tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat pengadilan,” ujar Wancino.

“Kalau kita sama-sama bekerja, saya kira hutan kita tetap terjaga, dan untuk generasi penerus tetap utuh. Jadi kita tidak meninggalkan lingkungan yang tidak sehat, karena musibah-musibah, banjir, karhutla, itu salah satunya karena kita sendiri tidak sadar telah menghabiskan hutan kita dengan cara-cara yang tidak sesuai,” urainya.

Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Muhammad Ichwan, meminta pemerintah terus menjaga komitmennya untuk menurunkan laju deforestasi maupun degradasi hutan sesuai kesepakatan Paris. Ichwan juga mendorong pemerintah segera memperpanjang moratorium perizinan sawit dalam kawasan hutan, sebagai bentuk komitmen menekan laju deforestasi hutan.

“Kami dorong pemerintah harus terus komitmen untuk segera menurunkan laju deforestasi, walaupun sebenarnya per Maret 2021 kemarin laju deforestasi menurun, hanya tinggal 145.000 H, yang klaimnya pemerintah,” katanya.

“Tapi kalau kita melihat di lapangan, itu masih banyak pembukaan-pembukaan kawasan hutan, diluar untuk fungsi kehutanan, baik untuk land clearing sawit, baik itu untuk kebutuhan pertambangan, untuk kegiatan-kegiatan non-kehutanan lainnya yang mempengaruhi tutupan hutan. Nah, ujung-ujungnya ya terjadi deforestasi,” seru Ichwan. [pr/em]